SEJARAH FOTO JURNALISTIK
Foto jurnalistik berakar dari fotografi
dokumenter setelah teknik perekaman gambar secara realis ditemukan.
Embrio foto jurnalistik muncul pertama kali pada Senin 16 April 1877,
saat surat kabar harian The Daily Graphic di New York memuat
gambar yang berisi berita kebakaran hotel dan salon pada halaman satu.
Terbitan tersebut menjadi tonggak awal hadirnya foto jurnalistik pada
media cetak yang saat itu hanya berupa sketsa.
Terbitan The Daily Graphic yang
memuat gambar terpaut lebih dari setengah abad sejak Louis J.M. Daguerre
yang berkebangsaan Prancis pada 19 Agustus 1839 mengumumkan hasil
eksperimen fotografinya. Setelah muncul di koran, fotografi yang kala
itu juga menjadi pertentangan apakah sebagai produk seni terus
berkembang. Kemajuan pesat fotografi tercatat pasca tahun 1884 setelah
George Eastman menciptakan film (setara ISO 24 saat ini).
Sejarah Foto Jurnalistik Di Indonesia
Di Tanah Air, fotografi ditengarai masuk
tahun 1841 oleh Juriaan Munich, seorang utusan kementerian kolonial
lewat jalan laut di Batavia. Sejarah foto jurnalistik Indonesia diwakili
kantor berita Domei, surat kabar Asia Raya, dan agensi foto Indonesia Press Photo Service (IPPHOS). Berbeda dengan Kassian Cephas yang cenderung mooi indie,
ada nama juru foto H. M. Neeb dengan karyanya yang fenomenal kurun 1904
tentang perang Aceh. Satu foto Neeb memperlihatkan barisan tentara
kolonial berdiri di atas benteng bambu dengan mayat-mayat bergeletakan
di tanah. Tanpa kehadiran Neeb tak ada kesaksian perang Aceh melawan
kolonial.
Bulan Agustus di tahun 1945 mencekam.
Tentara Heiho bersenjata masih berpatroli di jalanan Jakarta. Subuh di
bulan Ramadhan tanggal 17 Agustus, dua bersaudara Alex dan Frans membawa
kamera menuju kediaman Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur 56. Mereka
berangkat karena mendengar informasi adanya peristiwa penting terkait
perjuangan.
Akhirnya pada sekira pukul 10.00
proklamasi yang teramat penting itu terekam dalam lembaran film. Tentara
Jepang yang mengetahui pendokumentasian proklamasi berhasil merampas
kamera Alex Mendur. Kemudian menghancurkan pelat-pelat negatif. Namun
Frans lebih beruntung dan sempat menyembunyikan negatif karyanya. Ia
menanam film-film itu di bawah pohon di halaman kantor Asia Raya. Saat
tentara Jepang menggeledahnya ia mengaku filmnya telah dirampas Barisan
Pelopor. Ketika keadaan berangsur aman Alex dan Frans mencuri-curi
kesempatan untuk mencetak foto itu di kamar gelap Kantor Berita Domei.
Meski berita proklamasi kemerdekaan itu
tersiar di surat kabar esok harinya tapi foto proklamasi baru dimuat
pada Februari 1946 di harian Merdeka. Kelak film bersejarah ini hilang dan hanya menyisakan lembar foto cetak.
Perkembangan foto jurnalistik di tanah air semakin konsisten dan berkelanjutan setelah kantor berita Antara mendirikan Galeri Foto Jurnalistik Antara (GFJA) tahun 1992, galeri pertama yang fokus pada foto jurnalistik.
Foto jurnalistik di Indonesia semakin
maju karena masyarakat fotografi di tanah air peka terhadap tren foto
dunia. Banyak pameran, kompetisi, dan pelatihan-pelatihan foto diadakan.
Komunitas-komunitas fotografi juga bermunculan dan tumbuh. Komunitas
yang dibangun dengan semangat untuk maju. Foto jurnalistik jadi satu
aliran foto yang terus menerus diperbincangkan dan diulas oleh para
pegiatnya. Kemajuan foto jurnalistik di tanah air juga ditandai dengan
makin seringnya jurnalis-jurnalis foto Indonesia yang menjuarai kontes
foto jurnalistik bergengsi tingkat internasional.
KRITERIA-KRITERIA FOTO JURNALISTIK
1.Jujur tanpa rekayasa
Foto yang diambil untuk dimasukan kedalam artikel atau dipublikasikan harus orisinil, tidak boleh di edit atau di photoshop terlebih dahulu.
2.Mengandung banyak informasi
Foto harus mengandung sebuah pesan atau
informasi yang faktual, agar berguna bagi masyarakat. Lebih banyak
informasi yang disampaikan, lebih bagus.
3.Menarik banyak perhatian
Semua foto harus menarik, agar para
pembaca mau melihatnya. Salah satu cara agar foto menarik banyak
perhatian adalah mengambil foto yang aktual (foto terbaru).
4.Wajar dan layak dipublikasikan
Foto-foto yang dipublikasikan harus lazim, tidak senonoh. Mereka harus wajar dan layak dipublikasikan.
Definisi dan Jenis Foto Jurnalistik
Foto jurnalistik merupakan produk dari jurnalisme foto, yakni kegiatan jurnalistik yang dilakukan melalui fotografi.Foto
jurnalistik merupakan foto yang mengandung nilai berita, fungsinya
adalah untuk melengkapi teks berita dalam media cetak mau pun media
online.
Terkadang, foto jurnalistik hadir sebagai berita tersendiri sehingga disebut foto berita dengan disertai keterangan foto atau caption.Foto jurnalistik dibuat oleh seorang pewarta foto atau biasa disebut photojournalist.
Foto berita biasanya ditampilkan pada
halaman utama sebuah surat kabar dengan tujuan menarik minat pembaca.
Seperti halnya karakteristik berita, foto jurnalistik atau foto berita
pun memiliki karakteristik yang hampir sama, yakni aktual, faktual,
penting, dan menarik. Selain itu, foto jurnalistik yang bertujuan untuk
melengkapi teks berita tentunya harus relevan dengan isi berita yang
dilengkapinya.
- Foto Berita vs Foto Feature
Mendefinisikan apa itu foto berita dan
foto feature memang agak sulit. Tapi keduanya dapat dibedakan
berdasarkan bobot dan periode penyiarannya. Membedakan foto berita
dengan foto feature sama halnya dengan membedakan antara berila langsung
(straight news) dengan feature.Foto
berita umumnya segera disiarkan karena dikhawatirkan foto akan basi
jika disimpan terlalu lama, sedangkan foto feature sifatnya tahan lama
sehingga dapat disiarkan kapan saja. Foto berita biasanya bertemakan
kriminal, politik, olahraga, dan ekonomi. Sedangkan foto feature umumnya
bertemakan hiburan (entertainment).
- Jenis Foto Jurnalistik
Berikut ini beberapa jenis foto jurnalistik berdasarkan kategori dalam lomba foto tahunan yang diselenggarakan World Press Photo Foundation, antara lain:
Spot Photo : foto yang dibuat dari peristiwa yang tidak terduga.
Sport Photo : foto dari peristiwa olahraga.
People in the News Photo : foto orang, tokoh, atau masyarakat dalam suatu berita.
General News Photo : foto yang dibuat dari peristiwa terjadwal atau biasa.
Potrait : foto yang menampilkan wajah seseorang secara close up.
Science and Technology Photo : foto yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).
Social and Environtment : foto tentang kehidupan sosial masyarakat serta lingkungan hidupnya.
Daily Life Photo : foto dari kehidupan sehari-hari yang dipandang dari sudut human interest.
Art and Culture Photo : foto yang berkaitan dengan peristiwa seni dan budaya.
Tips Membuat Foto Jurnalistik
Momen. Momen dalam dunia
jurnalistik hanya akan terjadi sekali alias tidak dapat diulang,
berbeda dengan fotografer model yang dapat menciptakan momen sendiri.
Angle. Angle
atau sudut pengambilan gambar sangat penting, karena setiap angle dalam
sebuah foto dapat menciptakan persepsi tersendiri bagi orang yang
melihatnya.
Komposisi. Komposisi
foto yang baik akan memudahkan orang yang melihat untuk memahami maksud
atau pesan foto yang ingin disampaikan sang fotografer.
Pencahayaan.Pencahayaan
sangat penting dalam fotografi, keran fotografi adalah seni menangkap
cahaya. Seandainya poin satu sampai tiga sudah didapat, apa jadinya jika
pencahayaannya kurang atau bahkan berlebihan. Tentu foto akan terlihat
gelap atau malah putih semua, sehingga pesan dalam foto tidak
tersampaikan.
Patuhi kode etik.Mengabadikan
atau menyiarkan foto yang berkaitan dengan ranah pribadi seseorang
tanpa seizin orang yang bersangkutan tentu dilarang. Jika terjadi, hal
ini dapat dituntut secara hukum.Demikian ulasan mengenai definisi dan
jenis foto jurnalistik, disertai dengan tips membuat foto jurnalistik.
Mohon maaf bila ada kesalahan dalam segi redaksi mau pun substansi,
karena saya memang bukan ahli.
Pengertian Dan Penjelasan Penyuntingan Naskah
PEMBAHASAN
A. Pengertian Penyuntingan Naskah
A. Pengertian Penyuntingan Naskah
Menurut KBBI (2007:1106) definisi penyuntingan adalah proses, cara,
perbuatan menyunting atau sunting-menyunting. Sedangkan definisi
menyunting adalah
- Menyiapkan naskah siap cetak atau siap terbit dengan memperhatikan segi sistematika penyajian, isi, dan bahasa (menyangkut ejaan, diksi, dan struktur kalimat).
- Merencanakan dan mengarahkan penerbitan (surat kabar, majalah).
- Menyusun atau merakit (film, pita rekaman)dengan cara memotong-motong dan memasang kembali.
Untuk menjadi penyunting naskah ada
beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh seseorang. Persyaratan itu
meliputi penguasaan ejaan bahasa Indonesia, penguasaan tata bahasa
Indonesia, ketelitian dan kesabaran, kemampuan menulis, keluwesan,
penguasaan salah satu bidang keilmuan, pengetahuan yang luas dan
kepekaan bahasa.
Salah satu tugas dan kewajiban ilmuwan (scientist) dan pandit (scholars) yang melakukan penelitian ialah melaporkan hasil kegiatannya kepada masyarakat lingkungan yang mendukungnya.Laporan ittu harus ditulis selengkapnya secara jelas, tepat tetapi singkat dan lugas untuk kemudian diterbitkan. Dalam proses penyiapan penerbitan laporan itu terlibat penyunting yang akan membantu pengolahan naskah tertulis untuk menjadi bahan tercetak yang akan disampaikan ke masyarakat luas untuk dibaca.
Salah satu tugas pokok penerbit adalah menerbitkan naskah pengarang/penulis menjadi buku.
Salah satu tugas dan kewajiban ilmuwan (scientist) dan pandit (scholars) yang melakukan penelitian ialah melaporkan hasil kegiatannya kepada masyarakat lingkungan yang mendukungnya.Laporan ittu harus ditulis selengkapnya secara jelas, tepat tetapi singkat dan lugas untuk kemudian diterbitkan. Dalam proses penyiapan penerbitan laporan itu terlibat penyunting yang akan membantu pengolahan naskah tertulis untuk menjadi bahan tercetak yang akan disampaikan ke masyarakat luas untuk dibaca.
Salah satu tugas pokok penerbit adalah menerbitkan naskah pengarang/penulis menjadi buku.
Definisi naskah sendiri menurut KBBI (2007:776) adalah
1. Karangan yang masih ditulis dengan tangan
2. Karangan seseorang yang belum diterbitkan
3. Bahan-bahan berita yang siap untuk diset
Perlu ditekankan sekali lagi bahwa tugas penyunting karya terbatas pada pengolahan naskah menjadi suatu bahan yang siap , dan menawasi pelaksaan segi teknis sampai naskah tadi . penyunting bukan penerbit, jadi mereka tidak bertanggung jawab atas masalahkeuangan, penyebaluasan serta pengelolaan suatu penerbitan. Para penyunting bertanggung jawab atas isi dan bukan atas produksi bahan yang diterbitkan.
1. Karangan yang masih ditulis dengan tangan
2. Karangan seseorang yang belum diterbitkan
3. Bahan-bahan berita yang siap untuk diset
Perlu ditekankan sekali lagi bahwa tugas penyunting karya terbatas pada pengolahan naskah menjadi suatu bahan yang siap , dan menawasi pelaksaan segi teknis sampai naskah tadi . penyunting bukan penerbit, jadi mereka tidak bertanggung jawab atas masalahkeuangan, penyebaluasan serta pengelolaan suatu penerbitan. Para penyunting bertanggung jawab atas isi dan bukan atas produksi bahan yang diterbitkan.
Tujuan Penyuntingan
- Tujuan Penyuntingan yang dilakukan oleh para penyunting adalah sebagai berikut.
- Untuk menjadikan taipskrip sebagai karya yang sempurna yang dapat dibaca dan dihayati dengan mudah oleh pembaca apabila diterbitkan kelak.
- Untuk memastikan pengaliran atau penyebaran idea daripada penulis kepada pembaca dapat disampaikan dalam bahasa yang gramatis, jelas, indah dan menarik.
- Untuk menjadikan persembahan e-buku yang akan diterbitkan itu dapat menggambarkan nilai dan identiti karya itu sendiri sehingga dapat menarik. minat pembaca.
- Untuk memastikan pengaliran dan fakta berkenaan disampaikan dengan jelas, tepat, dan tidak menyalahi agama, undang-undang, dan norma masyarakat.
Dalam penyuntingan, kita mengenal dua
tahap penyuntingan, yaitu penyuntingan substansif dan penyuntingan kopi.
Berdasarkan tahap-tahap penyuntingan yang ada, maka ada beberapa tujuan
lain dari penyuntingan.
Penyuntingan Substantif
Tujuan penyuntingan subtantif dilakukan
adalah untuk memastikan hasrat atau idea penulis dapat disampaikan
setepat, sepadat, dan sejelas yang mungkin. Semasa membuat penyuntingan
subtantif, editor akan membaca taipskrip sepintas lalu dengan memberikan
tumpuan kepada kandungan, pendekatan secara menyeluruh, bahasa, susunan
atau konsep taipskrip berkenaan.
Berdasarkan hal diatas, editor akan membuat teguran dan cadangan kepada penulis untuk sama ada melengkapkan taipskrip, menulis semula, menyusun semula, menggugurkan atau memotong bahagian teks atau ilustrasi yang tidak perlu, dan membuat tambahan.
Berikut ialah perkara yang perlu diteliti semasa penyuntingan substantif:
Berdasarkan hal diatas, editor akan membuat teguran dan cadangan kepada penulis untuk sama ada melengkapkan taipskrip, menulis semula, menyusun semula, menggugurkan atau memotong bahagian teks atau ilustrasi yang tidak perlu, dan membuat tambahan.
Berikut ialah perkara yang perlu diteliti semasa penyuntingan substantif:
- Tajuk tepat dan jelas
- Pembahagian bab dan tajuk kecil jelas
- Adanya kesinambungan antara bahagian, bab dan paragraf.
- Keseimbangan antara setiap bab dan paragraf.
- Taipskrip tidak bertentangan dengan undang-undang, moral dan agama.
- Penguasaan bahasa, keselarasan istilah dan ejaan.
- Bahan awalan, teks dan akhir hendaklah lengkap mengikut halamankandungan.
- Petikan bahan daripada karya lain telah mendapat keizinan.
- Penyuntingan Copy
Tujuan penyuntingan kopi adalah untuk
menghapuskan semua halangan yang wujud antara pembaca dengan apa yang
hendak disampaikan oleh penulis. Penyuntingan kopi memerlukan perhatian
yang teliti terhadap setiap butiran di dalam taipskrip.
Editor perlu berpengetahuan tentang apa yang patut disunting dan gaya yang patut diikuti di samping mempunyai kebolehan untuk membuat keputusan dengan cepat, lojik, dan yang boleh dipertahankan.Semasa membuat suntingan kopi, editor akan membaca taipskrip berkenaan dengan teliti, iaitu membaca perkataan demi perkataan, ayat demi ayat, baris demi baris dan kadang-kadang melihat huruf demi huruf. Kebanyakan daripada masa penyuntingan itu, editor akan berurusan dengan hal penyusunan, bahasa dan kebolehbacaan taipskrip itu.
Editor perlu berpengetahuan tentang apa yang patut disunting dan gaya yang patut diikuti di samping mempunyai kebolehan untuk membuat keputusan dengan cepat, lojik, dan yang boleh dipertahankan.Semasa membuat suntingan kopi, editor akan membaca taipskrip berkenaan dengan teliti, iaitu membaca perkataan demi perkataan, ayat demi ayat, baris demi baris dan kadang-kadang melihat huruf demi huruf. Kebanyakan daripada masa penyuntingan itu, editor akan berurusan dengan hal penyusunan, bahasa dan kebolehbacaan taipskrip itu.
Tahapan dalam penyuntingan kopi:
- Membuat penyuntingan baris demi baris.
- Memberi tumpuan khusus kepada fakta dan bahasa.
- Memastikan keselarasan ejaan, istilah dan gaya bahasa.
- Memastikan ketepatan dan keselarasan ilustrasi dan bahan lain dalam teks tersebut.
Berikut ialah hal-hal yang perlu diteliti semasa penyuntingan kopi:
- Fakta – Pastikan semua butiran dalam teks betul. Editor perlu menyemak dengan teliti untuk memastikan ketepatan. Kadang-kadang kesilapan fakta boleh berlaku semasa teks ditaip.Contohnya, papan lapis menjadi papan lapik dan tidak mahal harganya menjadi mahal harganya.Selain itu ada sesetengah pernyataaan yang tidak tepat dan berunsur negatif sehingga boleh membawa kepada tindakan undang-undang.
- Bahasa, bahasa yang dimaksud mencakup.
- Diksi ialah pemilihan penggunaan kata-kata. Dalam hal ini editor kopi perlu memastikan
- kata-kata yang dipilih berkesan dari segi maksud dan
- kata-kata yang dipilih sesuai dengan laras bahasa yang digunakan.
- Kode Etik Penyuntingan Naskah
Dalam penyuntingan naskah, ada rambu-rambu yang perlu diperhatikan penyunting naskah sebelum mulai menyunting.Dengan demikian, tidak terjadi persoalan/masalah di kemudian hari, terutama dalam kaitannya dengan penulis/pengarang.Rambu-rambu ini merupakan pedoman/pegangan bagi penyunting dalam menyunting naskah.Rambu-rambu inilah yang kita sebut “Kode Etik Penyuntingan Naskah”.
Adapun kode etik dalam penyuntingan naskah adalah
- Penyunting naskah wajib mencari informasi mengenai penulis naskah sebelum mulai menyunting naskah.
- Penyunting naskah bukanlah penulis naskah.
- Penyunting naskah wajib menghormati gaya penulis naskah.
- Penyunting naskah wajib merahasiakan informasi yang terdapat dalam naskah yang disuntingnya.
- Penyunting naskah wajib mengonsultasikan hal-hal yang mungkin akan diubahnya dalam naskah.
- Penyunting naskah tidak boleh menghilangkan naskah yang akan, sedang, atau telah disuntingnya.
Ragam Bahasa Jurnalistik dalam Penulisan Berita
Bahasa Jurnalistik
Bahasa merupakan alat komunikasi yang
digunakan oleh semua orang dalam berkomunikasi dengan orang lainnya.
Bahasa yang digunakan wartawan dalam dalam menulis karya jurnalistik
dalam media massa disebut sebagai bahasa pers atau bahasa jurnalistik.
Pada dasarnya bahasa jurnalistik digunakan oleh wartawan (jurnalis)
dalam menulis karya-karya jurnalistik di media massa (Anwar, 1991).
Dengan demikian, bahasa Indonesia pada karya-karya jurnalislah yang bisa
disebut sebagai bahasa jurnalistik atau bahasa pers.
Menurut Sudaryanto bahasa jurnalistik
atau biasa disebut sebagai bahasa pers merupakan salah satu ragam bahasa
kreatif bahasa indonesia disamping terdapat juga ragam bahasa akademik
(ilmiah), ragam bahasa usaha (bisnis), ragam bahasa filosofik, ragam
bahasa literatur (sastra) (Suroso, 2001). Menurut Anwar, bahasa
jurnalistik adalah suatu ragam bahasa yang memiliki sifat khas yaitu
singkat, padat, sederhana, lancar, dan menarik dengan tidak menganggap
remeh kaidah tata bahasa dan ejaan (Semi. 1994). Sedangkan menurut
Wojowasito, bahasa juranlistik adalah bahasa komunikasi massa sebagai
mana tampak dalam harian-harian dan majalah-majalah.
Bahasa jurnalistik memiliki karakter yang
berbeda-beda berdasarkan jenis tulisan apa yang akan diberitakan. Hal
ini karena dalam menulis banyak faktor yang dapat mempengaruhi
karakteristik bahasa jurnalistik.Selain itu, karena keterbatasannya
bahasa jurnalistik memiliki sifat yang khas yaitu singkat, padat,
sederhana, lancar, jelas, lugas, dan menarik.
Sifat-sifat khas ini menurut Badudu (Suroso, 2001),yaitu :
- Singkat, yaitu harus menghindari penjelasan yang bertele-tele.
- Padat, yaitu bahasa yang singkat itu sudah mampu menyampaiakn informasi yang lengkap. Menerapkan prinsip 5W+1H, membuang kata-kata mubazir serta menerapkan ekonomi kata.
- Sederhana, yaitu bahsa jurnalistik sedapat mungkin memilih kalimat tunggal dan sederhana, bukan kalimat majemuk yang panjang, rumit, dan kompleks. Kalimat yang efektif, prakits, sederhana pemakaian kalimatnya, tidak berlebihan pengungkapannya (bombastis).
- Lugas, yaitu mampu menyampaikan pengertian atau makna informasi secara langsung dengan menghindari bahasa yang berbunga-bunga.
- Menarik, yaitu menggunakan pilihan kata-kata yang hidup, tumbuh, dan berkembang. Menghindari kata-kata yang sudah mati.
Sifat-sifat tersebut merupakan hal yang
harus terpenuhi dalam bahasa jurnalistik mengingat hasil karya jurnalis
tersebut dibaca oleh hampir semua lapisan masyarakat yang tidak sama
tingkat pemahaman maupun pengetahuannya, dan juga karena tidak semua
orang memiliki banyak waktu untuk membacanya. Dengan demikian bahasa
jurnalistik harus dapat dipahami dalam ukuran intelek yang minimal dan
juga mengutamakan kemampuan menyampaikan informasi kepada pembaca secara
cepat dan komunikatif.
Namun demikian bahasa jurnalistik tidak
meninggalkan kaidah yang dimiliki oleh ragam bahasa Indonesia, seperti
dalam hal pemakaian kosakata, struktur sintaksis dan wacana. Hal ini
karena bahasa jurnalistik lebih menekankan pada daya kekomunikatifannya,
yaitu sebagai barikut (Suroso, 2001) :
- Pemakaian kata-kata yang benar
Kata merupakan modal dasar dalam menulis. Semakin banyak kosakata yang bisa dikuasai sesorang, semakin banyak pula gagasan yang dikuasainya dan sanggup diungkapkannya. Dalam penggunaan kata, penulis yang menggunakan ragam bahasa Indonesia dihadapkan pada dua hal yaitu ketepatan dan kesesuaian pilihan kata. Ketepatan dalam arti bahwa pilihan kata tersebut tidak akan menimbulkan interpretasi yang berlainan antara penulis dan pembaca, sedangkan kesesuaian dalam arti bahwa pilihan kata tersebut tidaklah merusak wacana.
- Penggunaan kalimat efektif
Keefektifan ini sangat menunjang pada proses penyampaian dan penerimaan informasi. Karena itu kefektifan kalimat haruslah dapat membuat isi dan maksud yang disampaikan tergambar dalam pikiran si pembaca, persis dari apa yang dituliskan. Keefektifan kalimat ditunjang antara lain oleh keteraturan struktur atau pola kalimat yang benar, serta kalimat yang harus mempunyai tenaga yang menarik.
- Penggunaan alinea/pragraf yang kompak
Alinea merupakan suatu kesatuan pikiran, suatu kesatuan yang lebih tinggi atau lebih luas dari beberapa gagasan penjelas. Pembuatan alinea bertujuan memudahkan pengertian dan pemhaman dengan memisahkan suatu tema dari tema yang lain.
- Penulisan Berita
Berdasarkan pengertian Wojowasito diatas
kita memahami bahwa berita merupakan karya bidang jurnalistik. Sehingga
apa yang ditulis dalam berita disini haruslah sejalan dengan bahasa
jurnalistik yang kita bahas sebelumnya. Berita yang dimaksud disini
adalah beberapa informasi atau sejumlah kabar-kabar dari situasi,
kondisi, perbuatan, tindakan, maupun keadaan tertentu yang dianggap
perlu untuk diketahui oleh khalayak ramai atau banyak orang.Berita yang
disampiakn disini sudah pasti haruslah informasi yang benar adanya atau
benar-benar terjadi, tanpa adanya tambahan informasi yang tidak benar
apalagi sampai memicu kekacauan.Karena itu berita haruslah pula
memperhatikan asas keamanannya.
Orang-orang yang bertugas mencari dan
mengumpulkan informasi inilah yang disebut sebagai wartawan. Fokus
wartawan dalam profesinya itu adalah berita, bagaimana cara
menyajikannya kepada khalayak sehingga berita tersebut bertul-betul
layak, enak dibaca serta keterpihakan pada proposional berita yang
sesungguhnya
Semi (1995:11) mengemukakan bahwa berita
adalah cerita atau laporan mengenai kejadian atau peristiwa yang
faktual, baru, dan luar biasa sifatnya. Menurut Semi (1995:25) ada
beberapa ciri berita yang dipandang perlu untuk sebuah berita agar
berkualitas dan menarik untuk dibaca antara lain :
- Kejadian itu merupakan sebuah fakta.
- Kejadian itu baru, luar biasa.
- Skandal atau persengkataan
- Memperhatikan selera konsumen.
- Mapatoto (1994:35) menambahkan bahwa ada beberapa unsur yang menarik yang diinginkan oleh pembaca yaitu :
- kebaruan (time lenses),
- kedekatan (proximity),
- keanehan (unusualness),
- daya pikat manusiawi (human interest), dan
konsekuensi.
Beberapa indikator yang perlu diperhatikan dalam menulis berita menurut Anwar (1984:12)adalah :
- Gunakan kalimat-kalimat pendek.
- Gunakan bahasa biasa yang mudah dipahami orang
- Gunakan bahasa sederhana dan jernih penguatannya
- Gunakan bahasa tanpa kalimat majemuk
- Gunakan bahasa dengan kalimat aktif, bukan kalimat pasif
- Gunakan bahasa padat dan kuat
- Gunakan bahasa positif bukan bahasa negatif
- Selain itu, dalam penulisan berita terdapat beberapa kesalahan yang perlu diperhatikan diantaranya menurut Mustakim (1993:31) adalah :
- Pemenggalan kata
- Pemakaian huruf miring/tanda garis sambung
- Penulisan berbagai kata
- Penulisan kata ulang
- Penulisan kata depan
- Penulisan partikel
- Penulisan singkatan dan akronim
Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa penyuntingan
adalah proses, cara, perbuatan menyunting atau sunting-menyunting yakni
menyiapkan naskah siap cetak atau siap terbit dengan memperhatikan segi
sistematika penyajian, isi, dan bahasa (menyangkut ejaan, diksi, dan
struktur kalimat).Sedangkan naskah adalah karangan yang masih ditulis
dengan tangan atau karangan seseorang yang belum diterbitkan.
Saran
Jurnalistik merupakan ilmu terapan yang bisa didapatkan secara otodidak, kursus, baca, dan latihan secara intensif.Namun
jika hendak mendalaminya secara keilmuan atau akademis, tentu saja
harus masuk pendidikan formal. Dalam jurnalistik penyuntingan merupakan
sebuah bagian atau proses dari terbitnya sebuah berita atau sebagainya.
Dalam mendalami tentang dunia jurnalistik terutama penyuntingan, sangat
dituntut pemahaman tentang penggunaan kaidah bahasa Indonesia. Karena
hal ini akan menunjang profesionalisme seorang penyunting. Selain itu,
pemahaman tentang teori atau ilmu tentang penyuntingan akan sangat
bermanfaat.
Sumber Referensi
Anwar, Rosihan. 1991. Bahasa Jurnalistik dan Komposisi. Pradnya Paramita. Jakarta
Mappatoto, Andi Baso. 1994. Teknik Penulisan Feature. Gramedia. Jakarta
Semi, Atar. 1995. Teknik Penulisan Berita, Feature, dan Artikel. Nusantara. Bandung
Suroso.2001. Bahasa Jurnalistik Sebagai Materi Pengajaran BIPA Tingkat Lanjut.Makalah Seminar Jurnalisme Multimedia. Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar